BAB I
Pendahuluan
Semua
perbuatan yang melanggar undang-undang, akan mendapatkan sanksi yang sesuai
dengan apa yang dilakukan. Seperti halnya orang yang menganiaya seseorang yang
mengakibatkan hilangnya nyawa. Sesuai dengan pasal 338 dan pasal 351 bahwa pelaku pembunuhan dan
penganiayaan mendapatkan sanksi yang berasal dari KUHP (kitab undang-undang
pidana). Dengan adanya pasal tersebut, diharapkan pelaku merasa jera dan tidak
mengulangi perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Bisa
juga pelaku dikenai pasal berlapis.
Disini
kami akan membahas tentang kasus penganiayaan yang mengakibatkan hilangnya
nyawa seseorang. Penganiayaan dan pembunuhan dilakukan secara berkelompok
disuatu tempat kerja milik korban. Motif ini dikarenakan sikorban disangka
menyembunyikan orang yang dicari oleh kelompok tersebut. Tetapi korban tersebut
tidak mengenal siapa yang dicari oleh mereka. Disitulah mulainya penganiayaan
yang mengakibatkan hilangnya nyawa, hanya karena korban tidak menjawab sesuai
dengan yang diinginkan
oleh para pelaku.
Untuk
lebih jelasnya kasus ini, maka kami akan menganalisis. Dan kami disini memberi batasan masalah yang
menyangkut kasus tersebut. Diluar pembahasan tersebut, kami tidak akan
mengulasnya.
BAB II
Pembahasan
A. Pembunuhan
Kejahatan
yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang, diatur dalam pasal 338 yang
berbunyi ”barang siapa dengan sengaja
menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena makar mati, dengan hukuman
penjara selama-lamanya hukuman penjara 15 tahun. ( KUHP 35, 104s, 130, 140s,
184s, 336, 339s, 350, 437).”
Penjelasan mengenai makar mati atau pembunuhan ( doodslag), yaitu diperlukan
perbuatan, yang mengakibatkan kematian orang lain. Sedangkan kematian itu
disengaja, artinya yang dimaksud, termasuk dalam niatnya. Apabila kematian itu
tidak dimaksud, tidak masuk dalam pasal ini, mungkin masuk dalam pasal 359 (
karena kurang hati-hatinya, menyebabkan matinya orang lain), atau masuk pasal
351 sub 3 (penganiayaan dengan direncanakan lebih dahulu, berakibat mati), atau
pasal 354 sub 2 (penganiayaan berat yang berakibat mati), atau pasal 355 sub 2
(penganiayaan berat dengan direncanakan lebih dahalu, berakibat mati).[1]
Tindak
pidana terhadap “nyawa” dalam KUHP dimuat pada bab XIX dengan judul “kejahatan
terhadap nyawa orang“ yang
diatur dalam pasal 338 sampe dengan pasal 350. Mengamatai pasal-pasal tersebut
maka KUHP mengaturnya sebagai berikut:
Ø Kejahatan
yang ditujukan terhadap jiwa manusia;
Ø Kejahatan
yang ditujukan terhadap jiwa anak yang sedang/baru dilahirkan;
Ø Kejahatan
yang ditujukan terhadap anak yang masih dalam kandungan.
Dilihat
dari segi “kesengajaan” (dolus) maka tindak pidana terhadap nyawa ini terdiri
atas:
Ø Yang
dilakukan dengan sengaja;
Ø Yang
dilakukan dengan sengaja disertai kejahatan berat;
Ø Yang
dilakukan dengan direncamakan lebih dahulu;
Ø Atas
keinginan yang jelas dari yang dibunuh;
Ø Menganjurkan
atau membantu orang untuk bunuh diri;
Berkenaan
dengan tindak pidana terhadap “nyawa” tersebut pada hakikatnya dapat dibedakan
sebagai berikut:
Ø Dilakukan
dengan sengaja, yang diatur bab XIX
Ø Dilakukan
karena kelalaian atau kealpaan yang diatur dalam bab XXI
Ø Karena
tindak pidana lain, mengakibatkan kematian; yang diatur antara lain pasal 170,
351 ayat (3), dan lain-lain.
Kejahatan
terhadap nyawa ini disebut delik materiil[2]
yang hanya menyebut sesuatu akibat yang timbul, tanpa menyebut cara-cara yang
menimbulkan akibat tersebut.
·
Pembunuhan (pasal
338)
·
Pembunuhan
dengan pemberatan (pasal 339)
·
Pembunuhan
berencana (pasal 340)
·
Pembunhan bayi
oleh ibunya (pasal 341)
·
Pembunhan bayi
berencana (pasal 342)
·
Pembunhan atas
permintaan yang bersangkutan (pasal 334)
·
Membujuk/membantu
orang agar bunuh diri (pasal 345)
·
Pengguguran
kandungan dengan izin ibunya (pasal 346)
·
Pengguguran
kandungan tanpa izin ibunya (pasal 347)
·
Matinya
kandungan dengan izin perempuan yang mengandunganya (pasal 348)
·
Doter/bidan/tukang
obat yang membentu pengguguran/matinya kandungan (pasal 349)
Pada
RUU – KUHP 1993 tersebut, sanksi yang terberat adalah hukuman penjara seumur
hidup.
Terhadap sanksi-sanksi yang dimuat dalam
KUHP maupun RUU-KUHP yang akan datang, perlu dipertimbangkan dengan cermat
sehingga penjatuhan hukuman/pidana atau perumusan sanksi, benar-benar dirasakan
masyarakat,
“setimpal dengan kesalahannya”.
Penghapusan
unsur “sengaja” pada RUU-KUHP 1993 perlu pengkajian ulang. Tampaknya RUU-KUHP tersebut
kurang konsekuen karena pasal 359 KUHP yang diambil alih pada pasal 458 (21.01)
ayat (3) tetap dirumuskan “ karena kealpaan”.
Kecermatan
dan ketelitian dalam menghapus unsur “sengaja” atau unsur “kealpaan” sangat diperlukan karena:
-
Bentuk ketiga
dari dolus yakni dolus eventualis[4]
hampir sama dengan “kealpaan yang disadari”, sebagaimana telah dimuat penulis
(Leden Marpaun) dalam buku “unsur-unsur yang dapat dihukum (delik) “halaman 31
dan 32, antara lain sebagai berikut:
“.
. . . . . . . . . beberapa pekerja yang sedang bekerja diatas sebuah rumah,
melemperkan sebuah balok kebawah yang menimpa orang.”
Kalau
rumah itu dikelilingi sebuah kebun partikelir di mana biasanya tak pernah ada
orang, maka kejadian itu adalah kejadian tiba-tiba dan tidak sengaja. . . . . .
. . . .kalau ada diingat bahwa ada kemungkinan akan terbunuhnya seseorang yang
sedang lalu disitu dan meskipun demikian halnya toh balok dilemparkan. . . . .
. . . . maka hal itu dinamakan “dolus eventualis”.
-
Tampaknya
pembunuhan yang dilakuykan dengan sengaja dan dilakukan dengan tidak sengaja,
sejak dahulu kala telah dibedakan, sebagaimana telah dimuat pada butir 3 bab I.
-
Akan meninbulkan
kerumitan yang akan sangat pada penerapannya karena asas “tidak ada hukuman
kalu tidak ada kesalahan” yang telah diterima
secara umum oleh masyarakat.
Selain
dari hal-hal tersebut, sudah tiba saatnya untuk dipikirkan tentang “keselamatan
jiwa/nyawa aparat penegak hukum “agar mereka tidak ragu-ragu mengemban tugasnya
dan setiap orang menjunjung tinggi hukum, sebagaimana dirumuskan pasal 27 ayat
(1) UUD 1945, agar pembunuhan terhadap aparat penegak hukum diperberat dengan 1/3. Pada tindak pidana penganiayaan, hal ini telah diatur yakni pasal 356 ke-2. Demikian halnya dengan pembunuhan anak-anak kecil, yang benar-benar masih memerlukan pemeliharaan dan tuntunan atau perlilndungan khusus, dengan alasan antara lain sebagai berikut:
(1) UUD 1945, agar pembunuhan terhadap aparat penegak hukum diperberat dengan 1/3. Pada tindak pidana penganiayaan, hal ini telah diatur yakni pasal 356 ke-2. Demikian halnya dengan pembunuhan anak-anak kecil, yang benar-benar masih memerlukan pemeliharaan dan tuntunan atau perlilndungan khusus, dengan alasan antara lain sebagai berikut:
ü Penjatuhan
pidana mati, tidak bertentangan dengan pancasila
ü Penjatuhan
hukuman yang adil adalah
setimpal dengan kesalahannya
ü Penghapusan
hukuman mati kemungkinan akan menambah kejahatan pembunuihan karena sipembunuh
mengetahui bahwa meskipun ia membunuh, ia tidak akan dihukum mati. Hal ini sangat
rawan bagi orang yang salah satu anggota keluarganya telah mengalami
pembunuhan, sehingga ada niat dalam hatinya membalas.
Ada
beberapa unsur pembunuhan[5]:
1.
Barang siapa:
ada orang tertentu yang melakukannya;
2.
Dengan sengaja:
dalam ilmu hukum pidana, dikenal dengan tiga jenis atau dolus yakni:
a.
Sengaja sebagai
maksud;
b.
Sengaja dengan
keinsyafan pasti;
c.
Sengaja dengan
keinsyafan dengan kemungkinan/dolus eventualis;
d.
Menghilangkan
nyawa orang lain;
Sebagian pakar mempergunakan istilah ”merampas jiwa orang lain” . Setiap perbuatan yang
dilakukan dengan sengaja untuk menghilangkan/merampas jiwa orang lain adalah
pembunuhan.
Perbuatan
yang mana yang dapat merampas/menghilangkan jiwa orang lain, menimbulkan beberapa pendapat yakni:
-
Teori
Aequivalensi dari von Buri yang disebut juga teori conditio sine qua non yang
menyamaratakan semua faktor yang turut serta yang mengakibatkan suatu akibat;
-
Teori Adaequate
dari van Kries yang juga disebut dengan teori keseimbangan yakni perbuatan yang
seimbang dengan akibat;
-
Teori
individualis dan teori generalis dari Dr. T. Trager yang pada dasarnya
mengutarakan bahwa yang paling menentukan terjadinya akibat tersebut itulah
yang mengakibatkannya; sedang menurut teori generalisasi, berusaha memisahkan
setiap faktor yang mengakibatkan akibat tersebut.
Pada
teks RUU – KUHP 1993 masih menggunakan istilah “merampas nyawa orang lain”.
Rumusan tersebut, perlu mendapatkan perhatian, karena dengan kata “membunuh”
persepsi masyarakat umum, telah jelas.
Di
Thailand dirumuskan “melakukan pembunuhan terhadap orang lain”, sedang di
Malaysia mempergunakan istilah “menimbulkan kematian dengan melakukan suatu
perbuatan”, sedang pada Code Penal mempergunakan istilah “pembunuhan”.
Kata
“murder” pada “the lexicon webster dictionary”, dimuat dalam artinya sebagai
berikut.
“the
act of unlawfully killing a human being by another human with premeditated
malice.”
“the
act of unlawfully” (perbuatan melwan hukum) seyogyanya dimuat dalam rumusan
“pembunuhan” sebab jika membunuh
tersebut dilakukan dengan tanpa melawan hukum, misalnya, melaksankan hukuman
mati, maka hal tersebut bukan “pembunuhan”.
Kata-kata
“menghilangkan nyawa orang lain” atau “merampas nyawa orang lain”, sudah
saatnya dipikirkan untuk diganti dengan istilah yang lebih realistis.[6]
B. Penganiayaan
Secara umum tindak pidana
terhadap tubuh pada KUHP[7]
disebut “penganiayaan”. Penganiayaan yang diatur KUHP terdiri dari:
1. Penganiayaan
berdasarkan pasal 351 KUHP yang dirinci atas:
-
Penganiayaan biasa
-
Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat
-
Penganiayaan yang mengakibatkan orang mati
2. Penganiayaan
yang diatur pasal 350 KUHP
3. Penganiayaan
berencana yang diatur oleh 350 KUHP dengan rincian sebagai berikut:
-
Mengakibatkan luka berat
-
Mengakibatkan orang mati
4. Penganiayaan
berat yang diatur oleh pasal 354 KUHP dengan rincian sebagai berikut:
-
Mengakibatkan luka berat
-
Mengakibatkan orang mati
5. Penganiayaan
berat dan berencana yang diatur 355 KUHP dengan perincian sebagai berikut:
-
Penganiayaan berat dan berencana
-
Penganiayaan berat dan berencana yang mengakibatkan
orang mati
Penganiayaan berat diatur
oleh pasal 354 KUHP yang bunyinya sebagai berikut:
i.
Barang siapa dengan sengaja melukai berat orang lain
dihukum dengan penjara selama-lamanya delapan tahun.
ii.
Jika perbuatan itu berakibat orangnya mati, yang
bersalah dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya sepuluh tahun.
Penganiayaan berat dan berencana
diatur oleh pasal 355 KUHP[8]
yang bunyinya sebagai berikut:
i.
Penganiayaan dengan direncanakan terlebih dahulu,
dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun.
ii.
Jika perbuatan itu berakibat orangnya mati, yang
bersalah dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun.
Turut perkelahian/penyerbuan
diatur oleh pasal 358 KUHP[9]
yang bunyinya sebagai berikut;
“barang siapa dengan sengaja turut serta dalam
penyeranngan atau perkelahian yang dilakukan beberapa orang, maka selain dari
tanggungan masing-masing atas perbuatan khusus yang dilakukannya, ia dihukum:
1e. dengan hukuman penjara
selama-lamanya dua tahun delapan bulan, jika penyerangan atau perkelahian itu
hanya berakibat luka berat.
2e. dengan hukuman penjara
selama-lamanya empat tahun jika penyerangan atau perkelahian itu mengakibatkan
matinya orang.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pembunuhan
berarti suatu tindak kejahatan pidana yang mengakibatkan hilangnya nyawa
seseorang. Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menghilangkan
atau merampas nyawa seseorang dinamakan pembunuhan. Pada teks RUU-KUHP 1993
masih menggunakan istilah “merampas nyawa orang lain” rumusan tersebut perlu
belum mendapatkan perhatian karena dengan kata ‘membunuh’ persepsi masyarakat
umum. Kata ”menghilangkan nyawa orang lain atau merampas nyawa orang lain”
sudah saatnya diganti dengan istilah yang lebih relistis.
Penganiayaan
berat suatu kejahatan yang
mengakibatkan terlukanya bagian tubuh. Penganiayaan pembagiannya telah diatur
dalam beberapa pasal KUHP, antara lain:
-
Pasal 351 terdiri dari: penganiayaan biasa,
mengakibatkan luka berat, mengakibatkan orang mati.
-
Pasal 350 terdiri dari: mengakibatkan luka berat,
mengakibatkan orang mati, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Marpaung, Leden. 2005. Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh. Jakarta: Sinar Grafika
Soesilo, R. 1991. KUHP.
Bogor: Politea
Kansil, C.S.T. dan Christine S.T. Kansil, S.H. 2007. LATIHAN UJIAN: HUKUM PIDANA. Jakarta:
Sinar Grafika
[1]
Soesilo, KUHP, Politea, Bogor, 1991,
hlm. 240 & 244.
[2]
Prof. Drs. C.S.T. Kansil dan
Christine S.T. Kansil, S.H, LATIHAN
UJIAN: HUKUM PIDANA, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hlm. 112
[3]
Leden Marpaung, TINDAK PIDANA TERHADAP
NYAWA DAN TUBUH, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hlm. 20
[4]Prof. Drs. C.S.T. Kansil dan
Christine S.T. Kansil, op, cit.,
hlm.181
[5]
Leden Marpaung, TINDAK PIDANA TERHADAP
NYAWA DAN TUBUH, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hlm. 22
[6]
Leden Marpaung, op, cit., hlm. 23.
[7]
Ibid., hlm. 50
[8]
Ibid., hlm 57
[9]
Ibid., hlm 61